Selasa, 25 Desember 2007

TUGAS CYBER MEDIA
(PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN)
DISUSUN OLEH :
NUNINGSIH HANDAYANI
06210029
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJJAGA
2007
2
PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM UPAYA PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat, ada norma-norma yang harus dipatuhi oleh semua anggota masyarakat. Antara lain norma-norma hukum dan norma-norma sosial lainnya yang sangat berpengaruh dalam menentukan dan mengatur perilaku anggota masyarakat. Norma-norma yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat tersebut berfungsi untuk menciptakan ketertiban umum. Oleh karena itu sangat diperlukan penerapan dari norma-norma yang ada dalam masyarakat dan penegak hukum secara tegas dan manusiawi berdasarkan rasa kemanusiaan dan keadilan.
Perkembangan zaman yang sangat pesat dan proses globalisasi membawa dampak di seluruh sektor kehidupan bermasyarakat. Begitu juga pada pola dan jenis kejahatan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, sangat diharapkan aparat dan seganap pihak yang berwenang harus mampu mengungkap dan menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi di masyarakat. Biasanya suatu tindak pidana sulit diungkapkan karena pelaku berusaha untuk tidak meninggalkan sidik jari atau tanda bukti lainya. Hal ini dilakukan untuk lepas dari jeratan hukum dan mengaburkan tanda bukti agar polisi dan penyidik dapat dikelabuhi.
Untuk mencari kebenaran dan kejelasan dari suatu peristiwa atau perbuatan pidana yang telah terjadi, selain menggunakan ilmu hukum diperlukan juga bantuan dari disiplin ilmu lain, antara lain ilmu kedokteran kehakiman.
Misalnya terhadap korban kekerasan atau penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Maka untuk kepentingan penyidikan atas kebenaran dari peristiwa tersebut, maka diperlukan bantuan dari ilmu kedokteran kehakiman untuk melakukan visum terhadap jenazah atau tubuh korban. Visum yang diperoleh dari pemeriksaan dokter tersebut dipakai untuk mengetahui apakah
3
korban terluka atau meninggal karena kecelakaan biasa atau sengaja dibunuh atau dilukai oleh seseorang. Pengertian dari visum dokter atau visum et repertum adalah merupakan kesaksian tertulis dari seorang dokter yang dibuat dengan dengan berlandaskan sumpah jabatan, untuk memberikan keterangan tentang yang dilihat dan dijumpai berdasarkan pengetahuan dan keahliannya untuk kepentingan pengadilan.
Visum Et Repertum tersebut berfungsi sebagai pengganti terhadap alat-alat bukti yang tidak mungkin diajukan di depan sidang pengadilan karena alat bukti berupa tubuh korban yang kedapatan luka-luka akibat penganiayaan atau berwujud jenazah yang meninggal karena penganiayaan. Alat bukti yang berupa visum dokter tersebut untuk sementara waktu disimpan di bawah penguasaan pejabat yang berwenang untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan.
Dalam KUHP pada Bab. XX Buku II Pasal 351 sampai dengan 358 dikatakan yang dimaksud dengan penganiayaan adalah sengaja merusak kesehatan orang.
Perbuatan pidana penganiayaan itu sendiri meliputi berbagai jnis, diantaranya penganiayaan biasa diancam dengan hukuman lebih berat apabila penganiayaan biasa itu berakibat luka berat atau mati. Tentang luka berat lihat pasal 90, luka berat atau mati di sini harus hanya merupakan akibat yang yidak dimaksud oleh si pembuat, apabila luka berat itu dimaksud, dikenakan pasal354 (penganiayaan berat). Sedangkan jika itu dimaksud, maka perbuatan itu termasuk pembunuhan (pasal 338). Sedangkan percobaan melakukan penganiayaan ringan (pasal 352). Akan tetapi percobaan pada penganiayaan tersebut dalam pasal 353, 354, 355 dapat dikenakan hukuman. (Soesilo, 1970 :194).
Di wilayah Sleman, khususnya mengenai kejahatan penganiayaan merupakan bentuk kejahatan yang sangat meresakan masyarakat. Sehingga sangat diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Melihat begitu pentingnya ilmu kedokteran dalam membantu mengungkap kebenaran suatu peristiwa hukum dan ikut menentukan seberapa
4
besar dan adilnya putusan hakim dalam suatu perkara, maka penulis tertarik untuk menulis penulisan hukum ini dengan Judul : “Peranan Visum Et Repertum Dalam Upaya Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Di Pengadilan Negeri Sleman.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta judul tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah fungsi Visum Et Repertum dalam proses pembuktian perkara tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Sleman?
2. Bagaimanakah kekuatan hukum dari Visum Et Repertum sebagai alat bukti dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Sleman?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui fungsi Visum Et Repertum dalam proses pembuktian perkara tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Sleman.
2. Untuk mengetahui kekuatan hukum dari Visum Et Repertum dalam proses pembuktian perkara tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Sleman.
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Menambah pengetahuan mengenai ilmu hukum pidana, khususnya tentang peranan Visum Et Repertum dalam upaya pembuktian terhadap tindak pidana penganiayaan sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau pun kebijaksaan bagi aparat penegak hukum.
2. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat dalam memahami dan mengetahui peranan Visum Et Repertum dalam upaya pembuktian terhadap tindak pidana penganiayaan.
3. Untuk peneliti-peneliti berikutnya maka penulisan hukum ini dapat dijadikan sebagai referensi.
E. Tinjauan Pustaka
Mengingat akhir-akhir ini jenis kejahatan penganiayaan mengalami peningkatan yang berarti baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. Disamping itu masih banyak kasus-kasus tindak pidana penganiayaan lainnya yang tidak termuat lewat media tetapi terjadi dalam kehidupan masyarakat. Jenis kejahatan penganiayaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain lingkungan keluarga dan masyarakat, keanekaragaman penduduk, masalah ekonomi, adanya dendam karena kesalahpahaman, dan lain sebagainya.
Seseorang yang melakukan kejahatan atau pelanggaran dipengaruhi adanya unsur niat dan kesempatan. Kedua unsur tersebut saling mendukung untuk dapat terjadinya suatu kejahatan. Selain itu daanya faktor ekstern dan faktor intern. Yang dimaksud fakteor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang sehingga dapat mempengaruhi tingkah lakunya. Sedangkan faktor intern yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang sehingga dapat mempengaruhi tingkah lakunya. Faktor intern ini hanya akan pada unsur niat saja berdasarkan adanya faktor ekstern tersebut. Kedua unsur ini, niat
6
dan kesempatan dapat saling bertemu di dalamnya sehigga timbul suatu tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang.
Dalam rangka upaya pembuktian tindak pidana penganiayaan, penyelenggaraan pemeriksaan dan peningkatan efektifitas pemidanaan sangat diperlukan beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah kejahatan sering disebut ilmu forensik.
Tugas dan hubungan antara ilmu kedokteran forensik dengan perkara pidana yaitu membantu petugas kepolisian dan kejaksaan serta kehakiman terutama dalam hal menghadapi suatu kasus pidana yang menyangkut kerusakan tubuh, kesehatah, serta nyawa manusia supaya kasus tersebut jelas dan terang sehingga hakim akan yakin dan lancar dalam menjatuhkan putusannya.
Saat ini perkembangan kedokteran mencapai perkembangan yang maju karena telah didukung sarana dan prasarana yang modern. Ilmu kedokteran semakin mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting khususnya dalam mendukung fungsi hukum pidana. Para ahli berusaha membantu penyelesaian perkara pidana. Salah satu bantuan yang diberikan oleh para ahli atau dokter ahli kedokteran forensik dalam membantu penyelesaian perkara pidana, khususnya perbuatan pidana terhadap kesehatan,dan nyawa manusia adalah membuat Visum Et Repertum. Visum Et Repertum sendiri berarti : “yang dilihat dan ditemukan “.
Visum Et Repertum menurut Njowito Hamdani adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah yang diucapkan pada waktu berakhirnya pelajaran kedokteran, mempunyai daya bukti yang sah di pengadilan, selam keterangan itu memuat segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan ) pada benda yang diperiksa. (Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, Hal 24).
Dengan adanya Visum Et Repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian tindak pidaa penganiayaan karena dapat menggantikan sepenuhnya corpus delicti atau tanda bukti, sepert yang diketahui dalam suatu perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta
7
menghilangkan nyawa seseorang maka tubuh korban merupakan tanda bukti sehingga dengan adanya pemeriksaan pada tubuh korban dan pengadaan Visum Et Repertum tersebut maka barang bukti berupa tubuh korban yang sifatnya tidak statis atau dapat berubah kondisi fisiknya dapat diwakili dengan Visum Et Repertum dapat diajukan ke muka pengadilan.
Dalam hal ini tidak semua kasus perkara pidana memerlukan Visum Et Repertum, akan tetapi sangat penting diketahui kasus-kasus perkara uang memerlukan Visum Et Repertum. Sebab hal demikian untuk mengambil sikap untuk selalu mengusahakan Visum Et Repertum sedini mungkin di dalm menghadapi kasus-kasus tertentu tersebut.
Khusus terhadap Visum Et Repertum sebagai suatu keterangan ahli menurut Staatblad 1937 No. 350 mempunyai kekuatan pembuktian. Pasal 1 dari Staatblad tahun 1937 No. 350 menyatakan :
“Visum Et Repertum dari para dokter yang dibuat atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu penyelesaian pelajaran kedokteran di Nederland atau Indonesia , ataupun atas sumpah khusus seperti dimaksud dalam pasal 2, dalam perkara pidana mempunyai kekuatan bukti, seperti juga Visum Et Repertum itu memuat keterangan tentang apa yang dilihat oleh dokter itu pada benda yang diperiksanya”. Sumpah yang dimaksudkan oleh pasal 2 ialah sumpah “Assertoir”yaitu saksi memberikan keterangan terlebih dahulu, kemudian baru disumpah bahwa keterangan itu benar <>. Ada lagi penyumpahan yang disebut “Promissoir” yakni sebelum saksi didengar keterangannya disumpah terlebuh dahulu .(Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian Dan Alat-Alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1983, Hal 24).
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberiakan atas dasar keahlian yang ia miliki, yang memberikan penghargaan atas sesuatu keadaan dengan memberikan kesimpulan pendapat tentang sebab-sebab kematian, apakah dari keracunan misalnya ataukah dari sebab yang lain.
8
Keterangan ahli oleh KUHAP dinyatakan sebagai alat bukti sah tapi keterangan ahli yang diberiakan tanpa sumpah tidak mempunyai kekuatan pembuktian melainkan hanya dapat dipergunakan untuk menambah atau menguatkan keyakinan hakim. (pasal 161 ayat (2) KUHAP).
Menurut pasal-pasal dalam KUHP, maka kasus yang memerlukan Visum Et Repertum antara lain :
1. Pembunuhan dengan sengaja termasuk didalamnya pembunuhan anak dengan sengaja terdapat dalam pasal 338, 339, 341, 342, dan 344 serta pengguguran kandungan pasal 347, 348 KUHP.
2. Pembunuhan terencana termasuk didalamnya pembunuhan anak dengan rencana dan bunuh diri terdapat pada pasal 340, 342, dan 345 KUHP.
3. Penganiayaan termasuk didalamnya penganiayaan ringan dan berat terdapat pada pasal 352, 353, 354, 356, dan 358 KUHP.
4. Percobaan terhadap delik-delik tersebut dalam Sub1.
5. Percobaan terhadap delik-delik tersebut dalam Sub 2.
6. Makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden terdapat pada pasal 104 KUHP.
7. Kematian karena Culpa pasal 359 KUHP.
8. Luka karena kealpaan pasal 360 KUHP.
9. Perkosaan pada pasal 285 KUHP.
10. Perzinahan pada pasal 284 KUHP.
11. Perbuatan cabul pada pasal 289 KUHP.
Kesebelas perbuatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat kasus perkara :
1. kasus yang berhubungan dengan kematian.
2. kasus yang berhubungan dengan luka.
3. kasus yang berhubungan dengan kekerasan seksual.
4. kasus yang berhubungan dengan percobaan pembunuhan.
9
Barang bukti seperti Visum Et Repertum sangat diperlukan untuk kepentingan-kepentingan sebagai berikut :
a. mendukung kelancaran upaya penyidikan perkara.
b.mendukung keakuratan hasil pemeriksaan medis Visum Et Repertum.
c. dijadikan sebagai sarana pembuktian pada sidang pengadilan.
Dengan digunakannya Visum Et Repertum sebagai alat bukti di pengadilan maka sangat diharapkan dapat menekan dan mengurangi terjadinya tindak pidana di masyarakat.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Data
a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung sebagai hasil penelitian lapangan yang dilakukan penulis melalui wawancara dengan responden.
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini dikelompokan menjadi :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mengikat, terdiri dari :
- KUHP
- KUHAP
- Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan hukum ini.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan bagi bahan hukum primer, terdiri dari :
- buku-buku yang membahas tentang Visum Et Repertum.
- Majalah dan dokumen yang berkaitan dengan Visum Et Repertum dalam praktek peradilan perkara pidana.
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu :
- Kamus Hukum, dan
- Kamus Besar Bahasa Indonesia.
10
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Sleman dan Polres Sleman.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini pemilihan responden dilakukan dengan cara teknik Non Random Sampling, yaitu tidak memberikan kesempatan yang sama pada populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sistem yang diguanakan adalah Purposive Sampling, dimana peneliti menggunakan pertimbangan sendiri dengan bekal pengetahuan yang cukup untuk memilih anggota-anggota sampel yaitu dengan kriteria sebagai berikut :
a. Polisi
1) Pernah menangani perkara pidana dengan menggunakan peranan Visum Et Repertum.
2) Mengerti dan memahami tentang Visum Et Repertum.
b. Hakim
1) Pernah menjatuhkan putusan suatu perkara pidana yang menggunakan alat bukti Visum Et Repertum.
2) Mengerti dan memahami tentang Visum Et Repertum.
c. Dokter Ahli Kedokteran Forensik
1) Menguasai atau memahami dengan baik tentang Visum Et Repertum.
2) Pernah menerima surat perintah dari penyidik dam hakim untuk membuat Visum Et Repertum kedokteran forensik.
4. Responden
Responden dalam penelitian ini terdiri atas :
a. Ketua Pengadilan Negeri Sleman atau hakim yang ditunjuk untuk mewakilinya.
b. Dokter ahli bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada.
c. Kasat Reserse Polres Sleman.
5. Metode Pengumpulan Data
11
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu mempelajari buku-buku, majalah, dokumen, peraturan perundang-undangan serta bahan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Dilakukan dengan cara :
1) Wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden.
2) Obsevasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan.
6. Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakan maupun dari wawancara dianalisis secara fakultatif, yaitu pengolahan data yang menghasilakan data deskriptif yaitu dari apa yang dinyatakan responden baik secara tertulis maupun lisan dan dari keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Poernomo, 1984, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan Di luar Kodifikasi Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara.
Martiman Prodjohamidjojo, 1983, Sistem Pembuktian Dan Alat-Alat Bukti, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
Moeljatno, 1983, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara.
Njowito Hamdani, 1992, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.
R. Soesilo, 1970, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Politeia.